Paripurna DPR Setujui Perubahan UU Jabatan Notaris Menjadi Usul Inisiatif
Rapat Paripurna DPR RI telah menyetujui RUU usul inisiatif Baleg tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris ditetapkan menjadi Undang-undang inisiatif DPR dan diteruskan pembahasannya sesuai mekanisme persidangan DPR RI.
Penetapan ini diambil pada Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (6/3) yang dipimpin Ketua DPR RI Marzuki Alie.
Dalam Pendapat Fraksi-fraksi yang disampaikan masing-masing juru bicara, Fraksi Partai Demokrat melalui juru bicaranya Pieter C. Zulkifli mengatakan, momentum saat ini sangat tepat untuk menyempurnakan UU tentang Jabatan Notaris.
Oleh karena, katanya, saat ini banyak terjadi persoalan hukum yang berkaitan dengan Jabatan Notaris, seperti persoalan kepemilikan baik tanah, bangunan, maupun kepemilikan berkaitan dengan harta kekayaan, aset maupun kepemilikan perusahaan atau lainnya.
Menurut F-PD, RUU ini paling tidak harus dapat menjelaskan tentang hak, kewajiban, kewenangan dan ruang lingkup kerja dari jabatan notaris. Perdebatan tentang batas usia maksimal untuk jabatan Notaris (pensiun), mesti dilihat secara jernih mengingat bahwa secara kesehatan, masyarakat Indonesia sangat memiliki keterbatasan fisik secara rata-rata maksimal batas usia manusia Indonesia.
Terhadap kewenangan dan kewajiban Notaris, menjadi penting untuk secara jelas, tegas dan terperinci harus termaktub dalam RUU ini, sehingga dikemudian hari tidak menjadi perdebatan panjang dalam pranta hukum kita.
F-PD juga menyoroti perlunya pengawasan terhadap jabatan Notaris oleh suatu lembaga independen dalam rangka mengontrol segala pekerjaan Notaris, serta penerapan sanksi tegas kepada Notaris yang memanipulasi data atau perbuatan melawan hukum lainnya.
Juru bicara Fraksi Partai Golkar H.M. Ade Surapriyatna menyampaikan beberapa catatan diantaranya, Notaris pada dasarnya dapat membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan dan risalah lelang setelah memenuhi syarat berdasarkan peraturan perundang-undangan lainnya.
Fraksi Partai Gokar juga berpendapat bahwa sebaiknya pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris baik disengaja ataupun tidak disengaja harus dikenai sanksi karena hal itu mengakibatkan kerugian terhadap yang membutuhkan akta.
Sanksi tersebut, katanya, mulai dari peringatan tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat, atau pemberhentian dengan tidak hormat. Sanksi tersebut dimaksudkan agar Notaris menjalankan profesinya dengan hati-hati dan menjunjung tinggi kode etik Notaris sehingga mampu menjalankan tugasnya dengan baik.
Rahadi Zakaria juru bicara Fraksi PDI Perjuangan menyampaikan, mengingat dalam perubahan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris terdapat beberapa ketentuan yang dirubah, hendaknya perubahan tersebut juga harus memperhatikan kepentingan wong cilik yang membutuhkan akses terhadap perlindungan dan kepastian hukum, termasuk perlunya pengaturan mengenai pelayanan hukum yang bersifat pro bono (gratis) oleh Notaris bagi masyarakat yang kurang mampu.
F-PDI Perjuangan juga menganggap perlunya pengkajian lebih mendalam terhadap penghapusan ketentuan mengenai kewenangan notaris dalam membuat akta-akta di bidang pertanahan, mengingat dalam prakteknya bidang kenotariatan erat dengan perbuatan hukum dalam bidang pertanahan.
F-PKS dengan juru bicara Abdul Hakim menyampaikan beberapa catatan diantaranya, rumusan Pasal 15 ayat 2 tentang tugas dan kewenangan Notaris terutama berkaitan dengan tugas dan kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan Pejabat Lelang dalam membuat akta-akta yang berkaitan dengan tanah maupun risalah lelang harus dihapus, karena telah jelas disebutkan dalam UU Jabatan Notaris.
Berkaitan dengan kelembagaan organisasi notaris, F-PKS mengusulkan agar organisasi tidak bersifat tunggal, sehingga diharapkan organisasi notaris akan lebih transparan dan dapat mengakomodir semua kepentingan untuk perkembangan dan kemajuan bersama.
Sementara juru bicara F-PAN, H. Jamaluddin Jafar mengatakan, fraksinya berpendapat RUU perubahan ini dapat berperan dalam mencegah penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan para oknum notaris dalam pembuatan akta otentik. Selama ini, katanya, sering dijumpai oknum notaris yang melakukan pengurusan sertifikasi rumah menjadi mahal dan berbelit-belit.
Kewajiban notaris untuk memberikan jasa hukum di bidang kenotariatan secara cuma-cuma kepada orang yang tidak mampu harus dijalankan secara tegas dan konsisten dan sanksi tegas harus dijalankan secara konsisten.
Juru bicara Fraksi PPP H. Zainut Tauhid Sa’adi mengatakan, fraksinya menyetujui usia Notaris ditetapkan 67 tahun dengan tidak dilakukan perpanjangan masa jabatan. Penetapan usia pensiun ini sangat penting untuk memberikan kepastian hukum dan memberikan ruang yang lebih luas bagi regenerasi Notaris.
Berkaitan dengan ketentuan penambahan waktu magang menjadi 24 bulan dan kewajiban bagi Notaris magang untuk menjaga kerahasiaan jabatan Notaris, diharapkan akan lebih meningkatkan kapasitas, integritas dan profesionalisme Notaris bagi calon-calon Notaris baru.
Fraksi PKB melalui jubir H. Otong Andurahman menyampaikan, fraksinya berharap revisi ini tidak hanya diperlukan untuk menjawab persoalan kekinian yang saat ini secara faktual kita hadapi.
Namun, katanya, juga harus diupayakan untuk mampu menjawab tantangan ke depan, mengingat bahwa hukum sesuai dengan doktrinnya merupakan alat perekayasaan sosial (law as social engineering).
Juru bicara Fraksi Partai Gerindra, Mestariany Habie menyampaikan beberapa hal, salah satunya adalah logika mengurangi dan/atau mengamputasi kewenangan jabatan Notaris merupakan hal yang kontraproduktif karena hanya akan memperkecil akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan hukum.
Dalam konteks ini, katanya, yang diperlukan dalam perubahan UU tentang Jabatan Notaris adalah mempertegas dan memantapkan kewenangan yang dimiliki Jabatan Notaris seperti terkait dengan pembuatan akta yang berkaitan dengan tanah maupun risalah lelang.
Fraksi Partai Hanura melalui juru bicara H. Muchtar Amma menyampaikan beberapa catatan salah satunya pengawasan atas pelaksanaan jabatan Notaris membutuhkan pendanaan yang cukup.
Oleh karena itu, dalam perubahan ini, pendanaan atas majelis pengawas ditegaskan lagi dan diberikan wewenang kepada Menteri Hukum dan HAM untuk mengaturnya. (tt)